AJI Desak Perusahaan Media di Kalseltim Bayar Upah Jurnalis Secara ‘Manusiawi

Foto Ilustrasi

Lentera Uniska, Banjarmasin – Aliansi Jurnalis Independen (AJI) Balikpapan mendesak perusahaan media di wilayah Kalsel dan Kaltim (Kalseltim) untuk menggaji para pekerjanya secara ‘manusiawi’.

Desakan tersebut bertepatan dengan peringatan Hari Buruh Internasional 1 Mei 2021.

Fenomena upah murah di kalangan jurnalis wilayah Kalseltim memantik reaksi keras AJI Balikpapan.

Sebagai gambaran, AJI Balikpapan bersama pengurus biro di Kota Banjarmasin menemukan sejumlah jurnalis yang gajinya jauh di bawah standar Upah Minimum Provinsi (UMP) di Kalsel yang nilainya Rp 2,8 juta.

“Alih-alih mencapai UMP, AJI masih menemukan ada jurnalis yang digaji Rp 1,5 juta, Rp 1 juta, Rp 750 ribu, sampai Rp 500 ribu,” ujar Fariz Fadhillah, Koordinator Divisi Advokasi dan Ketenagakerjaan AJI Balikpapan.

Selain itu, AJI juga menemukan adanya jurnalis di Kalsel yang sama sekali tidak digaji oleh perusahaan. Hal itu ia catat sebagai salah satu hasil Forum Grup Diskusi Indeks Kebebasan Pers (FGD IKP) 2021 yang difasilitasi Dewan Pers bersama organisasi profesi termasuk AJI dan PWI.

“Selama menjalankan kerja-kerja jurnalistiknya, praktis mereka hanya mengandalkan fee atau upah pengiklanan karena tidak ada gaji tetap,” ujarnya.

Fakta demikian, sambung Fariz, tentu saja membuat jurnalis tidak memiliki kepastian untuk memenuhi kebutuhan hidup layak mereka. Termasuk menggerus profesionalitas dan independensi mereka dalam melayani kepentingan publik.

AJI juga menilai sistem itu sebagai praktik perbudakan modern terselubung di tengah menjamurnya media daring, dan harus segera dihentikan.

“Kalsel memiliki lebih dari 100 perusahaan media massa. Namun bisa dihitung jari perusahaan yang menggaji jurnalis mereka secara layak,” tegasnya.

Setali tiga uang, AJI menemukan perusahaan media yang belum memberikan jaminan ketenagakerjaan, maupun kesehatan.

Mendengar temuan itu dalam FGD IKP Kalsel 2021, Ketua Komisi Hukum dan Perundang-Undangan Dewan Pers, Agung Dharmajaya berjanji menjadikannya sebagai catatan serius terhadap penyusunan indeks kemerdekaan pers Kalsel tahun ini.

Menurutnya, ketidaklayakan upah berpotensi melahirkan pelanggaran etik hingga rendahnya kualitas pemberitaan. (Tim)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *