
Lentera Uniska, Banjarmasin – Kasus kekerasan seksual terjadi lagi, kali ini korbannya mahasiswi Fakultas Hukum (FH) Universitas Lambung Mangkurat (ULM) berinisial DVPS oleh oknum kepolisian Banjarmasin berinisial BT.
Kejadian pertama kali saat korban melaksanakan program magang FH ULM di Satuan Reserse Narkoba Polresta Banjarmasin bulan Juli sampai Agustus 2021.
Pelaku berulang kali mengajak korban jalan, namun selalu ditolak. Pada 18 Agustus, korban menerima ajakan jalan pelaku.
Dalam perjalanan, pelaku memberikan minuman Kratingdaeng yang dicampur dengan anggur merah. Setelah korban meminumnya, tubuhnya lemas.
Singkat cerita, pelaku membawa korban yang sudah lemas ke hotel, hingga terjadilah kekerasan seksual terhadap korban sebanyak dua kali.
Atas kejadian tersebut, pelaku dijerat pasal 286 KUHP hukuman 2,6 tahun penjara, setengah dari hukuman maksimum oleh Jaksa Penuntut Umum (JPU).
Selain itu, proses persidangan pun berlangsung cepat. Yakni, sidang pertama 30 November, putusan/vonis 11 Januari 2022.
Melalui akun Instagramnya, DVPS mengunggah kronologis kasus yang dialaminya, mulai dari awal hingga putusan sidang yang korban baru mengetahui 12 hari setelah putusan.
“Aku sebenernya lelah sekali, aku berani untuk speak up karena aku ngerasa ada yang janggal dalam kasus ku ini. Waktu sidang yang cepat sekali cuman 31 hari kerja,” tulis DVPS diakun Instagram miliknya, Selasa (25/1).
Usai korban membuka suara, Badan Eksekutif Mahasiswa (BEM) FH ULM menemui gedung Kejaksaan Tinggi Kalsel bersama ratusan massa, Kamis (27/1) kemarin untuk mencari jawaban atas kejanggalan hukum.
Andika, Koordinator Aksi sekaligus Ketua BEM FH ULM, dalam aksinya mempertanyakan keadilan dan kejanggalan penegakan hukum.
Setidaknya, ada tiga tuntutan.
Pertama, meminta keterbukaan JPU. Kedua, mempertanyakan alasan JPU menyetujui putusan 2,6 tahun penjara. Ketiga, mengapa JPU meminta banding diluar masa waktu tenggat?.
Setelah dijelaskan melalui audiensi JPU dengan perwakilan mahasiswa di gedung kejaksaan tinggi saat aksi berlangsung. Akhirnya menemui fakta dan jawaban pasti.
“Untuk kedepan dan tanggung jawab kami ialah mengawal kasus ini,” ujar Andika.
Hingga saat ini, korban masih mengalami trauma berat dan dalam pendampingan psikolog. (Tim)