Pernah Dengar PTSD dan ADHD? Dua Gangguan Mental yang Harus Kalian Ketahui


Foto ilustrasi, desain : Denny Hermawan (anggota LPM Lentera)

Lentera Uniska, Banjarmasin – Post-Traumatic Stress Disorder (PTSD) atau gangguan stres pasca trauma adalah kondisi gangguan mental yang muncul karena dipicu oleh peristiwa yang traumatis. Penderita akan mengalami gangguan kecemasan saat teringat pada kejadian yang membuatnya trauma.

Anda mungkin pernah mengalami hal memalukan seperti, terpeleset didepan banyak orang atau saat pernyaataan cinta ditolak. Kebanyakan orang, kejadian memalukan seperti ini akan hilang seiring berjalannya waktu.

Namun, bagi beberapa orang hal-hal yang mereka alami atau mereka saksikan, kejadian buruk, intens dan sangat menyakitkan bisa berdampak begitu besar pada kehidupannya dan tidak bisa dilupakan dengan mudah. Kondisi ini disebut dengan Trauma.

Trauma pada dasarnya adalah respon emosional terhadap pengalaman yang mengerikan. Akibat dari gangguan tersebut, memicu berbagai gangguan mental yang salah satunya adalah Post-Traumatic Stress Disorder (PTSD).

Belum diketahui secara pasti mengapa peristiwa tersebut menyebabkan PTSD bagi sebagian orang. Ada dugaan bahwa penyebabnya adalah kombinasi dari sejumlah kondisi seperti pengalaman tidak menyenangkan, mewarisi gangguan mental dari keluarga dan kepribadian bawaan yang tempremen.

Namun, penting diingat bahwa tidak semua pengalaman mengerikan bisa disebut trauma. Menurut DSM-5, hanya kejadian-kejadian yang berkaitan dengan kematian misalnya perang, kecelakaan, kekerasan seksual dan fisik atau bencana alam dapat dikategorikan sebagai trauma.

Lalu, bagaimana kita bisa tahu kalau kita atau orang terdekat memiliki PTSD?

  1. Sering teringat pada peristiwa traumatis, ingatan tersebut sering kali hadir dalam bentuk mimpi buruk, sehingga penderita tertekan secara emosional.
  2. Pengidap PSTD akan menghindari tempat, aktivitas, dan seseorang yang terkait dengan kejadian traumatis tersebut.
  3. Pengidap PTSD cenderung menyalahkan dirinya atau orang lain, merasa putus asa, kehilangan minat pada aktivitas yang dulu disukai, dan lebih suka menyendiri atau sulit menjalin hubungan dengan orang lain.
  4. Pengidap PTSD akan mudah marah meskipun ia tidak sedang teringat kejadian traumatis, sulit tidur dan bekonsentrasi.

PTSD bisa terjadi disemua usia. Namun, fase yang paling rentan terkena PTSD adalah anak-anak TK atau SD. Anak-anak tersebut terbiasa menyaksikan bagaimana orang tuanya sering berkelahi saat dirumah. Akhirnya membuat perasaan mereka menjadi lebih sensitif, seperti gampang menangis, gampang panik atau rewel meskipun itu hanya sebatas bentakan kecil.

Sedangkan untuk orang dewasa mereka akan sering melamun, pikiran kosong linglung, miirip orang pikun.

Kapan kita harus ke dokter?
Jika dirasa sudah ada gejala seperti diatas, alangkah baiknya mengunjungi psikolog atau psikiater untuk ditangani lebih lanjut.  Pengobatan gejala PTSD itu sendiri terdiri dari psikoterapi dan obat-obatan. PTSD dapat bersifat seumur hidup, namun beberapa orang dapat pulih dari PTSD asal dengan perawatan yang benar.

Setelah PTSD, ADHD juga menghantui anak-anak

Foto ilustrasi, desain : Denny Hermawan (anggota LPM Lentera)


Pernahkah kamu bertemu dengan anak kecil yang terlihat implusif dan hiperaktif? Tidak bisa duduk tenang, gelisah, kesana kemari atau bertemu dengan anak kecil yang banyak bicara dan tidak memiliki rasa takut. Tapi, tahukan kamu jika anak kecil dengan sikap seperti itu bisa saja ia menyandang disabilitas ADHD.

Lantas, apa itu ADHD pada anak-anak?
ADHD (Attention-Deficit Hyperactivity Disorder) adalah istilah medis untuk gangguan mental yang ditandai dengan perilaku impulsif dan hiperaktif. ADHD menyerang anak-anak dan membuat pengidapnya kesulitan untuk memusatkan perhatian pada satu hal dalam satu waktu. ADHD dibagi menjadi tiga subtipe, yakni:

  1. Dominan impulsif, yaitu: masalah aktifitas yang berlebihan dan dibarengi dengan perilaku implusif.
  2. Dominan inatentif, yaitu: kurang hingga sulit menaruh perhatian penuh pada suatu hal dalam satu wkatu dan cendrung tidak bisa memperhatikan dengan baik.
  3. Kombinasi impulsif dan inatentif.

Gejala ADHD pada masa anak-anak dan remaja mudah dikenali. Pada anak sudah bisa terlihat sejak anak berusia 3 tahun dan umumnya muncul pada anak usia dibawah 12 tahun. Sedangkan pada orang dewasa lebih sulit dideteksi. Kebanyakan ADHD pada orang dewasa sebenarnya merupakan tanda yang sudah terbentuk sejakanak-anak.

Beberapa gejala umum dari kondisi ini, antara lain: 

  1. Tidak memperhatikan 
    Gejala ini meliputi mudah terdistraksi, pelupa, tidak menghiraukan lawan bicara, tidak mengikuti petunjuk, tidak dapat menyelesaikan pekerjaan atau tugas di sekolah. mudah teralihkan, kehilangan fokus, memiliki masalah dengan keteraturan, serta menghindari tugas yang membutuhkan perhatian yang panjang.
  2. Gejala ini meliputi selalu tampak bersemangat, berbicara berlebihan, sulit dalam menunggu giliran, tidak dapat duduk tenang, menghentakkan tangan atau kaki, dan selalu gelisah.
  3. Gejala ini ditandai dengan perilaku berisiko tanpa memikirkan konsekuensi dari tindakannya.

Faktor Penyebab ADHD
Masih belum diketahui pasti. Namun, penelitian mengungkapkan bahwa ada beberapa faktor, seperti.

  1. Faktor genetik.
  2. Faktor lingkungan.
  3. Kelahiran prematur.
  4. Konsumsi obat-obatan terlarang, alkohol atau merokok selama masa kehamilan.
  5. Ketidakseimbangan senyawa otak (neurotransmitter).
  6. Kerusakan atau cedera otak yang dapat terjadi selama masa kehamilan atau pada usia dini.

Jika muncul gejala seperti yang diatas, sebaiknya segera bawa berobat ke rumah sakit untuk segera ditangani oleh psikolog dan psikiater profesional. Meski tak dapat sembuh total, tetapi setidaknya mengurangi.

Nah, bagaimana nih menurut sobat Lentera tentang PTSD dan ADHD? mari diskusi dikolom komentar ya jika artikel seperti ini menarik(Cbr/Rpy)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *