
Lentera Uniska, Banjarmasin – Ramai berita kemunculan Partai Mahasiswa Indonesia, Kordinator Pusat (Korpus) Badan Eksekutif mahasiswa Seluruh Indonesia (BEM SI) yang baru terpilih ikut buka suara tolak tegas kehadiran partai tersebut.
Partai Mahasiswa Indonesia adalah partai politik di Indonesia yang bergerak aktif atas peran mahasiswa. Partai ini merupakan perubahan atas kelanjutan dari Partai Kristen Indonesia 1945. Berkantor di Jalan Duren Tiga Raya 19D, Duren Tiga, Pancoran Jakarta Selatan.
Di deklarasikan pertama kali pada 3 September 2021 dikantor Komisi Pemilihan Umum (KPU) Republik Indonesia. Keberadaannya juga telah terdaftar dalam Kementerian Hukum dan HAM (Kemenkumham).
Selain Eko Pratama, ada nama Mohammad Al Hafiz sebagai sekjen, Muhammad Akmal Mauludin sebagai bendahara umum. Lalu ada Teguh Stiawan sebagai ketua mahkamah serta Davistha A. Rican sebagai anggota mahkamah.
Munculnya berawal dari temu Nasional BEM Nusantara pada Maret 2021 di Universitas Wijaya Kusuma Surabaya yang dipimpin oleh Eko Pratama dan dianggap telah mencoreng nama mahasiswa.
Partai ini mulai dibicarakan setelah disebut wakil ketua DPR RI, Sufmi Dasco. Dia menyebut partai ini dalam audiensi dengan perwakilan massa demonstrasi mahasiswa dan buruh pada 21 April 2022 lalu.
Ternyata, Partai Mahasiswa ini sudah terdaftar sebagai satu dari 75 partai politik di Indonesia, juga terdaftar pada urutan ke-69 dalam surat penyampaian data partai politik yang telah berbadan hukum berkop Kemenkumham, nomor M.HH-AH.11.04-19, tertanggal 17 Februari 2022.
Usai terpilihnya Korpus BEM SI, Abdul Kholiq. Tim reporter Lentera menanyakan pendapat Abdul mengenai Partai Mahasiswa Indonesia yang sedang viral.
Dalam wawancaranya Sabtu (21/5) pagi. Pihaknya menolak dengan tegas adanya gerakan Partai Mahasiswa Indonesia dengan alasan bahwa gerakan tersebut bukan mewakili nama mahasiswa dan gerakan partai ini dianggap melenceng dari kaidah-kaidah dan citra mahasiswa.
“Bagi kita pergerakan mahasiswa sendiri itu lekat dengan kaum intelektual bukan kepentingan politik praktis. Maka dari itu gerakan-gerakan mahasiswa sejatinya adalah gerakan yang bicara tentang moralis, dan taktis bukan pragmatis dan elitis,” geram Abdul Kholiq.
Abdul Kholiq berspekulasi kehadiran Partai Mahasiswa Indonesia, justru dikhawatirkan akan membuat gerakan mahasiswa tidak lagi dipandang sebagai gerakan moral yang berpihak pada masyarakat. Namun dinilai karena kepentingan politik tertentu.
“Doktrinase atau pradigma yang kita bangun sebenarnya ialah upaya-upaya non-pragmatis yang selalu orientasinya pada kerakyatan,” tambahnya.
Pembuatan partai seperti ini tidak ada larangan dalam undang-undang. Namun langkah mahasiswa membentuk sebuah partai terbilang tak tepat. Terutama dalam statuta universitas ada larangan bagi mahasiswa berpolitik praktis. (Wtp/Cpl)