Membawa Buah Tangan Saat Sidang, Budaya atau Kewajiban?

Sumber foto : kompasiana.com

Lentera Uniska, Banjarmasin – Sidang skripsi adalah syarat kelulusan kuliah, tak jarang terlihat mahasiswa yang ingin sidang menyediakan buah tangan untuk dosen penguji, lantas untuk apa tujuannya?

Mulai dari sekedar menjamu penguji, budaya dari tahun ke tahun hingga dianggap kewajiban.

Berdasarkan data yang dihimpun tim Lentera, hal serupa juga sudah dianggap biasa di kampus hijau kita, yakni Universitas Islam Kalimantan (Uniska) Muhammad Arsyad al Banjari (MAB).

Meski hal demikian tak tercantum dalam prosedur atau aturan tertulis, namun beberapa mahasiswa semester akhir menganggap itu wajar.

“Kita sebagai mahasiswa menganggap sebagai budaya, karena sudah dijalankan dari tahun ketahun,” ujar M Ariyadi, Mahasiswa Fakultas Kesehatan Masyarakat, Minggu (21/8).

Mengingat menyidang perlu memakan waktu untuk membedah hasil keringat mahasiswa yakni skripsi.

“Menurutku menyiapkan makanan sebagai bentuk terimakasih kepada dosen karena telah meluangkan waktu,” tambahnya.

Segi Psikologis

Para mahasiswa disidang satu persatu dalam sehari, secara tidak langsung merasa punya tanggung jawab moril dalam memenuhi keperluan dosen penguji, baik merupakan inisiatif atau hanya sebatas ikut-ikutan saja.

“Memberi energi ke mereka, seperti minuman atau ngemil gitu, juga kalau keadaan mood yang baik perut terisi, kerongkongan jua tidak serak memudahkan kita juga saat sidangnya,” tutur Refli Razaan dari Fakultas Teknologi Informasi.

Merasa keberatan dengan tuntutan kebudayaan?

Tak senada dengan yang lain, mahasiswi dari Fakultas Hukum menilai, biaya perkuliahan sudah cukup banyak, ditambah juga biaya keperluan saat semester akhir dan malah harus memikirkan buah tangan saat sidang.

“Padahal kita sudah bayar Rp 600.000 buat sidang, terus itu buat apa? Pasti buat pengujikan. Waktu seminar proposal juga begitu bayar Rp 350.000,” cetusnya.

Dosen penguji mewajibkan?

Kendati demikian, rasa keberatan dan menghiraukan selalu muncul tergantung kondisi masing-masing orang.

Terlepas dari semua itu, tak ada dosen penguji yang menargetkan ataupun meminta para mahasiswanya untuk membawa sesuatu saat sidang.

Salah satu mahasiswa Fakultas Teknik, Mardiansyah menyebut persoalan tersebut bukan hanya sekedar buah tangan, akan tetapi kembali kepada niat masing masing.

Lanjutnya, dirinya tak menampik bahwa tidak menutup kemungkinan ada beberapa dosen yang tidak setuju dengan budaya tersebut.

“Hanya sekedar budaya aja,” kata Mardiansyah.

Mahasiswi dari Fakultas Studi Islam juga senada bahwa buah tangan tersebut hanya sekedar budaya.

“Tidak diwajibkan,” pungkas Mukmina. (Cga/Ybe)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *