Kontestasi pemilihan tampuk pimpinan tertinggi dalam tataran Ormawa Uniska telah dimulai, sebuah pertarungan yang bukan lagi zaman-nya bicara tentang berasal dari pengusung mana, atau sejarah bersenior-kan siapa, tetapi murni mencoba mentaruhkan segala bentuk pemikiran serta telaahan hasil proses belajar yang kemudian dinarasikan dalam sebuah Grand Design guna di Implemetasikan sebagai panduan membawa sebuah kapal besar bernama “BEM UNISKA” agar siap berlayar walau terjal angin, pasang deras ombak siap menghantam.
UNISKA VS KONSTITUSI
Konstitusi kita telah mengamanatkan bahwa salah satu dari tujuan pembentukan Negara Indonesia ialah agar kiranya memastikan terciptanya kehidupan bangsa yang cerdas, salah satu objek bahan guna mencapai hal tersebut ialah Kampus sebagai keberlanjutan pendidikan dasar, menengah dan atas (Dikdasmen).
Namun, yang perlu dicatat bahwa Konstitusi kita telah juga mengatur bagaimana Hak serta Kewajiban, baik mahasiswa kepada kampus, ataupun kampus kepada mahasiswa dalam PP No 60 Tahun 1999, point pentingnya ialah mahasiswa memiliki hak memanfaatkan kampus sebagai sarana mendapat ilmu pengetahuan serta pengalaman selebar-lebarnya baik akademik dan non akademik, namun kampus pun memiliki hak untuk membuat suatu ketentuan baik sesuai amanat pemerintahan ataupun internal berdasar hasil penelaahan kejadian serta dijaga nama baiknya oleh seluruh masyarakat kampus.
Maka, hari ini rasanya bisa kita coba refleksikan terkait bagaimana sejauh ini hubungan diantara keduanya, apakah sudah saling menjalankan tugas serta fungsinya, sebagaimana apakah mahasiswa sudah mampu menjaga nama baik kampus, serta apakah kampus sudah mampu mengakomodir mahasiswanya, atau justru kealpa-an peran terjadi diantara keduanya.
Harap besar tentu ditaruh kepada BEM dengan Rektorat sebagai pemangku tataran tertinggi di dalam kampus, namun sejatinya kampus ialah rumah kedua, maka mahasiswa dan dosen ialah selayaknya orang tua dan anak, yang harus saling mengerti, memahami dan memberi.
Namun, bila hukum orang tua dan anak kiranya tidak diindahkan, maka kembali ke hukum awal rektorat dan mahasiswa ialah bak Penguasa dan Rakyat.
ORMAWA UNISKA DAN TANTANGANNYA
Organisasi Kemahasiswaan (ORMAWA) sudah semestinya menjadi wadah peningkatan kemampuan sesuai bidang yang berbentuk Organsisasi Pengkaderan, yang artinya setiap generasi memiliki kewajiban memastikan terkawalnya kecakapan intelektual kebidangannya kepada para kader-kadernya.
Ormawa Uniska hari ini dengan lebih dari 40 Ormawa yang sudah sangat merepresentatifkan kehidupan tentu menjadi kekuatan besar dalam perubahan, mulai dari Unit Kegiatannya yang sudah melingkupi semua aspek bakat kemanusiaan dalam berkembang, olahraga, musik, budaya, kemiliteran, pers, kepanduan, lingkungan, dsb.
Ditambah dengan organisasi eksekutor dibawah 10 fakultas yang bergerak dalam pengembangan pengetahuan sesuai keilmuan, Pendidikan, Kesehatan, Politik, Hukum, Studi Islam, dsb.
Hal ini harus kiranya dirawat keberlangsungan hidup berjalannya diatas kuasa otonom di wilayah dan bidangnya. Bahwa tantangan hari ini banyak organisaasi yang hanya menjalankan program yang memang menjadi tradisi tanpa beradaptasi dengan keperluan zaman, serta tidak menggunakan hak ketonomi-annya, dalam memperjuangkan sendiri apa yang memang mereka resahkan.
Bahwa BEM Uniska sebagai tampuk pimpinan tertinggi, bukan berarti BEM Uniska harus selalu turun duluan dalam setiap permasalahan, namun menjadi kewajiban BEM Universitas ikut mengawal kepentingan yang diperjuangkan oleh organisasi dibawahnya, artinya inisiasi harus berasal dari banyak pintu, jangan disempitkan dalam gerbong BEM Uniska saja.
Sebuah kata “Persaingan” rasanya adalah hal yang wajar dan harus diterima sebagai semangat menuju jalan peningkatan, persaingan bukan untuk dihindari, apalagi ditutup-tutupi.
Ormawa Uniska harus membuka diri dengan segala bentuk persaingan, karena kita tidak pernah tau seberapa kuat kehadiran kita, tanpa ada sebuah bentuk perlawanan dari objek lain dalam koridor “Pertarungan Sehat”
BEM UNISKA VS ZAMAN
Sebuah kampus bernamakan Universitas Islam Kalimantan Muhammad Arsyad Al Banjari bukan hanya matang dalam hal hitungan angka usia, Kampus ini telah banyak melahirkan aktivis-aktivis disegala sektor baik itu politik, ekonomi, sosial, kesehatan, olahraga, lingkungan, kepanduan, budaya dan lain sebagainya. Tak salah kiranya kampus ini mendapat julukan “Kampus Perjuangan”.
BEM UNISKA sebagai representatif Mahasiswa UNISKA, harus mampu tetap menjaga keunggulan persaingan dalam hal kebaikan sebagai bentuknya, berfastabiqul khairat diranah kemahasiswaan, tak dipungkiri kiranya pandemi yang terjadi secara global tanpa terkecuali Indonesia telah mengakibatkan pergeseran kebiasaan pola hidup termasuk semangat berorganisasi Mahasiswa.
BEM yang seharusnya menjadi suatu gerakan mahasiwa yang berperan sebagai kelompok yang tampil konsisten mengembangkan minat serta bakat mahasiswa, mengupayakan keterampilan intektual didalam tubuh kampus, serta menjalankan peranan kontrol serta perubahannya dalam menekan kekuasaan rezim, mulai dari sebelum kemerdekaan, pasca kemerdekaan serta reformasi hingga hari ini dipaksa agar terus berjalan pada jalur laut perjuangan tersebut.
BEM hanyalah sebuah kapal yang tidak mampu berjalan tanpa ada Nahkoda serta awak kapal, bahwa kejadian hari ini tingkat semangat berorganisasi mahasiswa menurun tentu sangat mempengaruhi seberapa layak seorang nahkoda mengendarai kapal besar ini.
Kemudian di era masa transisi kepemimpinan pemerintahan, tentu saja BEM sebagai patron gerak ribuan mahasiswa menjadi kail pancing yang bagus dalam upaya pengakamodiran serta alat menggiring suara di perhelatan kontestasi PEMILU 2024, boleh jadi ia yang berniat liar atau ia yang tidak mengerti tentang perpolitikan luar mampu dikondisikan oleh ia yang salah dalam berkepentingan.
KURSI PANAS, SIAPA YANG PANTAS?
Pada akhirnya, siapakah yang pantas guna menduduki kursi 01 Uniska dalam hal pengakomodiran perjuangan Internal maupun eksternal kampus.
Ia yang pantas ialah ia yang mempunyai kecakapan wawasan, bukan hanya pada satu bidang sebagai bekal perarungan samudera juang, ia yang pantas ialah ia yang memahami hak dan kewajiban didalam tataran kampus, ia yang paham posisi sebagai perwakilan mahasiswa kampus besar.
Ia yang pantas ialah ia yang mampu meredam efek domino diinternal Uniska, bahwa setiap permasalah selalu bermuarakan pada BEM UNISKA dengan melewati keorganisasisan yang memang memiliki ranah pada hal tersebut.
Ia yang pantas ialah ia yang mampu berdiplomasi dengan baik, sebelum bau penindasan birokrat hadir, karena sejatinya petarung yang hebat bukanlah ia yang mampu menang dibanyak peperangan, tapi ia yang mampu menang tanpa perlu berperang.
Ia yang pantas ialah ia yang berpegang pada pemikiran dirinya sendiri berdasar hasil telaahan pengalaman serta proses belajar. Ia yang pantas ialah ia yang mengerti terkait peran eksekutor dalam dan luar kampus.
Akhir kata, penulis berkeyakinan bahwa pada 18.000 lebih mahasiswa Uniska pasti ada sosok yang pantas guna menduduki kursi tersebut. Semoga ia yang duduk ialah ia yang tetap pada koridor ke-eksekutifan.
Walau hinaan, cemoohan mungkin hadir didepan, maka ia yang duduk ialah ia yang siap dengan segala cemoohan orang yang alpa pengetahuan tentang hal tersebut.