LENTERAUNISKA.ID, BANJARMASIN – Dua civitas akademik Universitas Islam Kalimantan (Uniska) Muhammad Arsyad Al Banjari (MAB) ikut menanggapi kasus yang dialami DYN.
Kepala Lembaga Konsultasi dan Bantuan Hukum (LKBH) Fakultas Hukum (FH) Uniska, Dedi Sugiyanto mengatakan jika korban merasa dirugikan oleh pelaku maka korban berhak mendapat bantuan hukum sesuai dengan undang-undang yang berlaku.
“Setiap warga negara berhak untuk melakukan upaya hukum atas dasar peristiwa yang menimbulkan kerugian bagi dirinya,” katanya, Senin (3/4).
Meski tak mendengar substansi dan fakta langsung dari kedua belah pihak, dirinya enggan menilai secara faktual.
“Hanya saja kalau peristiwa itu konkret terjadi maka tentu dia dapat menempuh upaya-upaya yang diperkenankan berdasarkan hukum,” tambah Dedi.
Mengacu pada UU Nomor 11 Tahun 2008 ITE Pasal 27 ayat 3. Penyebar video dengan unsur menjatuhkan harkat martabat seseorang seperti kasus yang menimpa korban DYN bisa masuk dalam pencemaran nama baik.
Dasar hukum tersebut kata Dedy serupa dengan Pasal 310 ayat 1 KUHP, namun pada pasal ini dilakukan langsung ditengah masyarakat alias tidak menggunakan media elektronik.
“Apakah dalam konten yang beredar itu ada unsur menyerang kehormatan seperti membuat dia mendapat stigma negatif dari masyarakat apalagi melalui media elektronik maka UU ITE lah yang tepat,” beber dosen FH Uniska ini.
Dedi Sugiyanto berpesan, LKBH FH Uniska selalu terbuka untuk masyarakat yang memerlukan bantuan hukum, terlebih kepada warga Uniska sendiri.
“Apabila menemukan peristiwa hukum, menjadi korban, bahkan ingin berkonsultasi saja silakan datang,” ucapnya.
Selain dari pandangan hukum, Sekretaris Prodi Bimbingan Konseling (BK) Rudi Hariyadi menyoroti penanganan yang dilakukan pihak kampus.
Rudi menilai, kasus yang menimpa DYN hampir serupa dengan catcalling, sebab adanya tindakan menyematkan sesuatu kepada perempuan.
“Yang membuat harkat martabat si korban jadi direndahkan,” pungkasnya.
Menurutnya, hal semacam ini sudah seharusnya ditangani secara tanggap oleh lembaga yang bertugas menangani kasus DYN.
Diantaranya memberi sanksi kepada pelaku.
“Perlu ada tindakan tegas terhadap pelaku, jangan dilindungi, jangan ditutupi dan harus diberi efek jera agar tidak mengulangi hal yang sama. Mungkin bentuk hukuman yang bisa jadi pembelajaran,” singgung Rudi.
Kata Dosen FKIP Uniska ini, untuk meminimalisir kasus yang berbau pelecehan, perlu adanya langkah pencegahan dengan gencar memanfaatkan sosialisasi yang berkaitan dengan kekerasan seksual.
“Membangun presepsi bagi mahasiswa di kampus agar semakin sadar bahaya kekerasan seksual,” ucap Rudi.
Demi pencegahan dan penanganan kekerasan seksual di Uniska lebih efektif, Rudi menyarankan agar adanya kolabirasi antar lembaga yang terkait.
Misal, FH untuk mengkaji tentang pasal-pasal pelecehan seksual, BK untuk upaya membantu kesehatan mental korban, FSI dan FKM dengan perannya masing-masing. (Pamua/Parus)