AJI Balikpapan Biro Banjarmasin Resmi Dideklarasikan, Kebebasan Pers di Kalsel Jadi Perhatian

Diskusi Refleksi Kemerdekaan Pers Kalsel

Lentera Uniska, Banjarmasin – Aliansi Jurnalis Independen (AJI) Balikpapan Biro Banjarmasin resmi dideklarasikan, pada Selasa (02/05). Acara deklarasi dibungkus sekaligus dengan kegiatan diskusi bertajuk Refleksi Kemerdekaan Pers Kalsel.

Acara digelar di Hotel Zuri Express Banjarmasin. Dalam deklarasi tampak hadir Ketua AJI Balikpapan Teddy Rumengan.

Sementara dalam diskusi, AJI Balikpapan Biro Banjarmasin menghadirkan pembicara seperti Novi Abdi (AJI Korwil Kalimantan), Kabid Humas Polda Kalsel M Rifai, Dosen Ilmu Komunikasi FISIP ULM Fahriannor dan penyintas kekerasan jurnalis Diananta Putera Sumedi.

Kasus kekerasan terhadap jurnalis memang menjadi fokus utama diskusi tersebut. Ambil contoh di Kalsel, ada kasus Diananta Putera Sumedi yang dikriminalisasi akibat pemberitaan.

“Kita lihat kasus kekerasan jurnalis di Kalsel ini perlu jadi perhatian. Kita belajar dari kasusnya Diananta, bagaimana produk jurnalistik itu bisa dikriminalisasi,” kata Teddy Rumengan.

Berdasarkan catatan AJI Indonesia, Teddy bilang, ada 90 kasus kekerasan terhadap jurnalis selama satu tahun belakangan. Jumlah ini menjadi yang paling besar dari sepuluh tahun terakhir.

Dari sebanyak itu, Teddy menyesalkan bahwa mayoritas kekerasan justru dilakukan oleh aparat penegak hukum.

“Jurnalis ini harus dilindungi. Mereka bekerja untuk menginformasikan kepada masyarakat. Kalau mereka dikriminalisasi, itu sama saja bentuk pembungkaman terhadap pers,” kecamnya.

Sementara Koordinator AJI Balikpapan Biro Banjarmasin, Didi Gunawan Sanusi, berkomitmen terus memperjuangkan kebebasan berpendapat dan kemerdekaan pers di Kalsel.

“Bukan hanya tugas AJI sebetulnya, tapi semua organisasi profesi wartawan. Teman-teman pers kampus juga harus mengawal,” ujarnya.

“Kita tidak ingin ke depan ada Diananta Diananta yang lain,” tambahnya.

Sebab, menurut Didi, jika kebebasan pers tak diperjuangkan, maka produk jurnalistik yang dibuat oleh pekerja media tidak akan berkualitas. Bahkan tak memberikan informasi kebenaran.

“Karena jika kita tidak bebas, maka produk jurnalistik yang kita buat tentu tidak akan berkualitas,” ucap Pemimpin Redaksi Jejakrekam.com ini.

Dalam acara deklarasi, AJI Balikpapan Biro Banjarmasin bersama Perhimpunan Pers Mahasiswa Indonesia (PPMI) Dewan Kota Banjarmasin dan Polda Kalsel menandatangani nota kesepahaman atau MoU. Serta menandatangani petisi Menghentikan Kekerasan Terhadap Jurnalis.

Nota kesepahaman tersebut merupakan sikap kelompok jurnalis media arus utama, pers mahasiswa, serta kepolisan yang menolak segala bentuk kekerasan terhadap pekerja media selama melakukan kerja-kerja jurnalistik di lapangan.

Peserta Refleksi Kemerdekaan Pers Kalsel menandatangani petisi ‘Setop Kekerasan Terhadap Jurnalis’

Adapun dokumen ini berisi tiga butir poin kesepakatan. Pertama, mereka yang tanda tangan bersepakat menolak segala bentuk kekerasan terhadap jurnalis. Kedua, mendukung penuntasan kasus-kasus kekerasan serta kriminalisasi jurnalis yang belum rampung. Ketiga, mendukung penyelesaian sengketa pemberitaan melalui mekanisme pers.

Kepala Bidang Humas Polda Kalsel, Kombes Pol Moch Rifai, selaku perwakilan kepolisian yang membubuhkan tanda tangan mengaku siap mendukung kerja-kerja pekerja media jurnalistik di lapangan.

“Kami berkomitmen dan bersinergi dengan kawan-kawan media untuk hal itu,” ujarnya, di sela kegiatan.

Sekretaris Jenderal PPMI Dewan Kota Banjarmasin, Panji Rizka, juga sepakat agar saatnya semua pihak menyetop segala bentuk kekerasan dan kriminalisasi terhadap jurnalis.

Ia mengingatkan bahwa para jurnalis yang tergabung dalam lembaga pers mahasiswa (LPM) juga rentan mengalami tindakan represif ketika melakukan kerja-kerja jurnalistik. Lebih-lebih mereka juga lemah secara perlindungan hukum karena tak secara langsung dilindungi UU Pers. (Bro)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *