Lentera Uniska, Banjarmasin – Belasan mahasiswa dari lintas kampus mendapat surat panggilan dari Direktorat Reserse Kriminal Umum (Ditreskrimum) Kepolisian Derah (Polda) Kalimantan Selatan (Kalsel) pada Senin (26/10) kemarin. Musababnya, buntut dari aksi unjuk rasa menolak omnibus law jilid II pada Kamis (15/10) lalu.
Salah satu pentolan yang tak ketinggalan dipanggil ialah Koordinator Wilayah Badan Eksekutif Mahasiswa (BEM) se-Kalsel, Ahdiat Zairullah. Ia pun mendapat surat bernomor S.Pgl/525-1/X/2020/Ditreskrimum.
Surat itu menyebut, Ahdiat dipanggil sebagai saksi dalam perkara dugaan tindak pidana kejahatan dengan sengaja mengumpulkan massa, sebagaimana yang dimaksud dalam pasal 218 KUHPidana.
“Barang siapa pada waktu rakyat datang dan berkerumun dengan sengaja tidak segera pergi setelah di perintah tiga kali oleh atau atas nama penguasa yang berwenang,” tulis surat itu.
Isi surat tersebut belum usai, di dalamnya juga terdapat ancaman pidana penjara paling lama empat bulan dua minggu atau denda paling banyak Rp9.000, bagi yang ikut serta dalam kegiatan tersebut.
Mahasiswa pun melakukan long march dari Universitas Lambung Mangkurat (ULM) di Jalan Brigjend Hasan Basry, Banjarmasin menuju Mako Polda Kalsel di Jalan S Parman pada Senin (26/10) Pagi.
Aksi long march sebagai bentuk solidaritas kawan-kawan mahasiswa, khususnya BEM se-Kalimantan. Ahdiat menuturkan, aksi ini sebagai bagian dari perjuangan untuk melawan pembungkaman.
Sesampainya di kantor Ditreskrimum itu, Ahdiat bersama rekannya Ahmad Renaldi dicecar 20 pertanyaan oleh polisi dengan kisaran waktu selama lebih dari dua jam.
Kuasa Hukum, Muhammad Pazri yang mendampingi dua mahasiswa tersebut menyebut pertanyaan yang diajukan masih bersifat umum.
“Berawal dari identitas dan sebagainya. Jumlah massa aksi, tanggal dan tempat sampai tidak atau adanya peringatan yang diberikan oleh pihak berwenang,” ungkapnya usai keluar dari ruangan Ditreskrimum.
Advokat muda dari Borneo Law Firm itu menilai, sejumlah pertanyaan yang dicecar kepolisian atas dugaan pelanggaran pasal 218 KUHPidana tersebut masih tidak sesuai.
“Secara umum memang dari pertanyaan-pertanyaan itu masih kabur, substansi yang dituduhkan kepada kawan-kawan mahasiswa,” ujarnya.
Sebagai contoh, lanjut dia, peringatan yang diterima mahasiswa saat aksi pada Kamis (15/10) lalu pun tak diterima secara langsung oleh mereka.
“Kalau peringatan itu kan dapat bentuk lisan atau tertulis kan. Lisannya pun kalau dibahasakan di lapangan itu bentuknya hanya sebatas membujuk, baik dari Kapolda atau Danrem,” tutur Pazri.
Lebih jauh, Pazri membeberkan, dari dua mahasiswa yang dipanggil, hanya Ahdiat yang mendapat Surat Pemberitahuan Dimulainya Penyidikan (SPDP). Artinya, perkara tersebut bakal diteruskan ke Kejaksaan Tinggi Kalsel.
Ia juga berharap, polisi dapat lebih bijak dan selektif dalam mendalami penyidikan kasus dugaan pelanggaran pasal 218 KUHP tersebut.
Sementara itu, Kabid Humas Polda Kalsel, Kombes Mohammad Rifai, menyebut ada 16 mahasiswa yang dipanggil Polisi.
Dia membeberkan alasan mereka polisi memanggil mahasiswa untuk diminta keterangan sebagai saksi atas dugaan pelanggaran pasal 218 KUHPidana.
Polisi, kata dia, menerima laporan dari kelompok masyarakat atas aksi demo mahasiswa hingga larut malam tersebut.
“Terkait dengan adanya komplain dari kelompok masyarakat yang merasa terganggu dan terugikan dengan aktivitas mereka yang sampai mengganggu ketertiban umum,” ujarnya.
Di samping itu, menurutnya, aksi menolak Omnibus Law jilid II yang telah digelar hampir dua pekan lalu itu telah melanggar ketentuan. Yang mana, aksi seharusnya telah usai pada pukul 18.00 waktu setempat, sesuai Peraturan Kapolri nomor 7 tahun 2012.
Diketahui, pada hari Kamis (15/10) lalu, BEM se-Kalimantan menggelar aksi demo menolak Omnibus Law Undang-Undang Cipta Kerja jilid II.
Saat itu, massa mulai berdatangan memenuhi ruas Jalan Lambung Mangkurat Banjarmasin sekitar pukul 15.00 Wita. Sebelum pukul 18.00 Wita, massa sudah diingatkan untuk bubar.
Mengingat, dalam Peraturan Kapolri Nomor 7 Tahun 2012, ada aturan waktu yang ditentukan saat demo di ruang terbuka: pukul 06.00-18.00 waktu setempat.
Namun, ketika demo jilid II waktu itu, massa baru membubarkan diri pada Kamis (15/10) pukul 24.00 Wita. Sebelum itu sempat terjadi negosiasi yang cukup alot, yang berujung isak tangis Ahdiat. (Tim)